Jumat, 12 Agustus 2011
HARAP DAN TAKUT : Harus jalan Bergandengan
HARAP DAN TAKUT: Jalannya Bergandengan
Seperti yang saya ceritakan dalam tulisan sebelumnya (Allah Maha Baik: saat bertamu di rumahNya), saya berkenalan dengan seorang ibu tua yang sederhana namun gurat cahaya keshalihan tampak di raut wajahnya yang keriput. Setelah “libur” sepekan, masih dalam rangka sebagai tamu saya bertemu kembali dengan ibu itu semalam.
“waah, lama tidak ketemu ibu” sambil mencium tangannya
Ibu tadi hanya tersenyum, memamerkan ujung gigi bagian tengahnya. Senyum bersahaja dan menghangangatkan bagi lawan bicaranya.
“barusan dari Bandung” dijawab dengan suara kecil hampir tak terdengar
“Jadi selama saya tidak ke sini Ibu di bandung”
“Tidak, bolak balik...langsung pulang”
“waahh, ada urusan penting yah bu?”
Di dalam hati, urusan penting yang saya duga ada keluarga ibu tadi yang meninggal atau sakit.
“cuma mengantarkan naskah tulisan yang mau diketik oleh penerbit untuk diterbitkan”
Datar ibu tadi menerangkan dan saya sendiri cuma diam karena tidak sangka dengan penjelasannya barusan. Pikirku, sudah setua itu tapi ibu tadi masih mau berkarya. Dari tampilan luarnya tidak mudah ditebak bahwa ibu ini seorang penulis atau setidaknya mampu menulis (ini satu pelajaran juga untuk tidak menilai kapasitas seseorang dengan melihat tampilan luarnya saja)
“Buku apa bu?” , saya bertanya pelan
“ Judulnya.... TAUBAT SEBELUM DATANG SIKSA”
Glekk, saya tertegun dan menelan ludah sambil mengulang dalam hati judul yang tadi disebutkan.
Taubat sebelum datang siksa, sangar sekali kedengarannya judul itu. Otak saya langsung mengasosiasikan kata siksa dengan neraka, api, cambukan, kesaksian, jeritan, nanah, dan asosiasi mengerikan lainnya. Seperti di waktu SD Ibu Guru Agama membandingkan soal indahnya surga dan pedihnya neraka. Lalu sekian tahun saya belajar soal isu-isu kontemporer, masalah keagamaan yang lebih kontekstual, islam yang humanis, kesatuan ummat islam, sampai perjuangan islam. Sekian tahun mempelajarinya seakan memompa heroisme beragama. Hingga saat ibu itu kembali menyebutkan judul yang mengingatkan pada pelajaran SD, saya sedikit melirik dan berucap lirih dalam hati, Judul ini sangar kedengarannya tapi sangat kontekstual.
“Peliharalah dirimu dari Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah: 24)
“Maka Kami memperingatkan kamu dengan Neraka yang menyala-nyala” (Al Lail: 14)
Seringkali kita lebih banyak ditawarkan sekaligus diajarkan tentang ayat-ayat HARAPAN. Pelajaran ini memotivasi meningkatnya kuantitas dan kualitas ibadah bahkan membakar heroisme beragama kita. Surga adalah kado bagi penggiat ibadah, sebagai motivasi yang mendorong segala aktivitas ibadah dan aktivitas keberagamaan kita. Namun, manusia sebagaimana janji syaithan adalah objek yang akan terus digoda untuk tersesat. Godaan ini akan datang dari depan, belakang, kiri dan kanan. Sehingga terjerumusnya manusia untuk terjebak dalam lubang dosa dan kemaksiatan termasuk perbuatan keji dan kedzaliman adalah tidak mungkin akan terbebas dari manusia, kecuali jika manusia menjadikan do’a sebagai senjatanya. Peluang untuk terjebak dan menjadi pengikut-pengikut syaithan akan sangat mungkin terjadi pada manusia. Iming-iming kado, menimbulkan persepsi sendiri bagi manusia, jika kadonya tidak diambil tidak masalahkan?.
Padahal kita lupa, bisa saja kado tidak kita ambil jika tidak mengikuti apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Tetapi manusia lupa bahwasanya ada konsekuensi yang melekat ketika kado tersebut tidak diambil. Secara otomatis, menolak kado surga berarti menginginkan kepedihan neraka. Kita asik dengan ayat-ayat harapan, tentang indahnya surga dan apa yang harus kita lakukan untuk meraihnya. Kita lupa, bahwa ada neraka yang memang telah diciptakan Allah untuk hambaNya yang ingkar. Seakan-akan kita menepiskan kehadiran neraka dengan siksaan yang sudah disiapkan sepaket. Akhirnya kita pun memiliki harapan besar tapi tidak dibarengi dengan rasa takut. Saya sendiri akhirnya menyadari, bahwa harap dan takut harus berjalan bergandengan.
Rsa takut inilah yang akan memelihara kita, menjauhkan manusia dari kemungkinan-kemungkinan godaan syaithan untuk menjerumuskan manusia. Pada dasarnya manusia memiliki tabiat untuk takut pada sesuatu, jika rasa takut terhadap sesuatu ada, manusia cenderung akan menjauhi apa yang ditakutinya. (15082011)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar