Rabu, 03 Agustus 2011

ALLAH MAHA BAIK : SAAT BERTAMU DI RUMAHNYA


Tersebutlah saya yang sejak hari pertama selalu saja sahur sendiri, begitu juga berbuka (ifthar). Sungguh tak enak. Jam pulang kantor yang lebih cepat tentu bukan hadiah menarik bagi penghuni rumah tak berkeluarga sepertiku di Ramadhan berkah ini, sehingga belajar mengaji dengan ustadz dari Madinah di suatu masjid , jadi pilihan yang paling pas untuk mengumpulkan pahala ramadhan sekaligus menghindari rumah yang sepi.
Waktu berbuka tiba, di sampingku ada ibu tua dengan penampilan sederhana dibanding ibu-ibu lain di masjid mentereng ini ikut berbuka bersama. “Bu, ini ada kue..kalau Ibu mau silahkan”. Percakapan dimulai, saya pun akhirnya mendengar cerita dari ibu ini:
“ Saya nginap di masjid ini, InsyAllah 30 hari”
“wah, emang udah bisa itikaf yah bu?” selaku

“Sepi, rumah saya besar dan saya Cuma sendiri. Suami baru saja meninggal, anak saya bekerja di Makassar. Saya udah niatkan tinggal di masjid 30 hari. Setelah survey beberapa masjid, ini yang paling kondusif. Anak saya yang mengantar ke masjid ini dan menitipkan ke security masjid kalau ibunya bukan gelandangan. Saya sudah bawa persiapan lengkap, malah kemarin bawa bekal sahur banyak tapi karena di sini disediakan sahur jadi saya bagikan saja ke anak muda di sini”
Setelah kami menikmati menu berbuka
“sini bu, sampahnya saya buang”
“Ohiya, saya juga dari Makassar Bu.... Keluarga saya juga tak di sini. Kemarin sahur dan berbuka sendiri. Emm, bisa gak Bu saya temani ibu nginap di sini?”

Ibu tadi tersenyum
“Iya ayo nak, tidur di sini saja.. Nanti beribadah semalaman di sini. Kita pinjam loker satu lg untuk simpan barang-barang kamu”
Diam
“ehh Adzan nak, kita shalat dulu...semoga Allah merahmatimu....kalo belum menikah, semoga Allah memberimu jodoh yang shalih, kamu anak yang baik”
Tersanjung, tuing!
Tarwih di masjid ini cukup lama, 20 rakaat dengan 1 juz setiap malam. Saya dan ibu tadi Cuma mengambil 8 rakaat ditambah 3 witir.
“Nak, rasulullah dulu mengerjakan 8 rakaat saja, namun ada sahabat mengerjakan 20...tapi Rasulullah tidak melarang”
Saya menangkap pesan, ibu tadi dalam kesederhanaannya mengerti dan paham tentang Islam.
Lau larutlah kami dalam syahdu lantunan ayat-ayat Allah di masjid yang penuh manusia dengan segala tabiatnya. Tradisi muslim kota meramaikan tarwih sepertinya jadi pemandangan yang dapat dijumpai di masjid-masjid kota ini. Berbeda sekali dengan pemandangan saat shalat fardhu di luar bulan Ramadhan. Tak apalah, ramadhan menjadi momentum rekreasi dan penyegaran spritual muslim kota, disyukuri sajalah sebagai sebuah tradisi yang baik.
Tidak hanya ibu tadi, di malam itu ada beberapa ibu-ibu tua lainnya. Tepatnya kalau saya sebut nenek. Di sebelah, saya ternyata ada seorang ibu dengan perlengakapan amunisi super lengkap. Segala makanan udah dibawa. Ibu ini lain lagi, punya anak 3 dan semua sudah berkeluarga. Sengaja mabit di masjid ini, mau beribadah khusyuk meski suaminya ada di rumah. Ibu ini siap dijemput setelah subuh.
“Saya, Alhamdulillah sudah tua...sudah keliling hingga ke tembok Cina”
Ibu itu terus bercerita
“Tapi saya suka momentum Ramadhan, mabit mulai dari awal-awal ramadhan. Banyak hikmah nak.”
“Oh iya, kamu jangan lupa banyak berdo’a di bulan ini nak, minta jodoh yah...InsyAllah dikabulkan..pasti..janji Allah pasti! Ini bulan dikabulkannya do’a...jodohmu pasti yang terbaik dari Allah, mintalah”
Dalam hati cuma bilang “yaa...itu lagi” 
Malam dihiasi dengan tafakkur dengan segala kerendahan hati bermunajat pada Allah. Di sekililing kami terlihat ibu-ibu yang aneh-aneh. Kami ber 20 di tempat itu. Ada yang bicaranya bisnis mulu, ada yang ngoceh-ngoceh tak jelas, tapi selebihnya mereka tenggelam dalam kekhusyukan ibadah. Subhanallah.

Sahur tiba, kupon dibagikan. Saya menikmati saja antrian pendek ini. Seperti mau dibagikan sembako. Tak apalah! Emang kenapa?.
Setelah, menukar kupon dengan makanan sahur bersama seorang ibu, beliau mengingatkan
“pengalaman sahur seperti ini mengingatkan kita pada kaum dhuafa, kita sahur di tengah-tengah mereka. Kita jalani dan jadikan ini bahan renungan. Ini masih lebih baik, karena di masjid lain ada yang lebih memprihatinkan dan dengan menu sahur sekadarnya. Belajarlah dari sini nak”.
Saya sangat menikmati suasana malam itu hingga sahur.
Allah memang Maha Baik. Maha Tahu kebutuhan hambaNya. Saya yang sepi di rumah, tiba-tiba saja digerakkan untuk ke Masjid itu, bertemu dengan ibu-ibu tadi, sungguh karunia dari Allah. Selain saya banyak belajar, saya merasakan atmosfer rumah di bulan Ramadhan ini. Sehari Sebelumnya saya hanya dibangunkan anak-anak yang keliling gang memukul kentongan memecah gendang telinga, mengganggu bagi yang mendengarnya. Sekarang, saya dibangunkan dengan penuh kelembutan oleh ibu-ibu tadi. Satu persatu mereka mengajak saya untuk makan, mengingatkan sudah shalat lail atau belum. Sungguh menyenangkan dan menenangkan. Semoga nama dan wajahku ikut teriring dalam do’a mereka. Ngarep.. :D,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar